Tuesday, September 13, 2005

Lau Cih menuju Desa Wisata



Tersembunyi di balik kota Medan, desa kecil yang merupakan sisa-sisa sejarah. Jalan yang berbatu-batu tanpa aspal dan sangat bisa dipastikan kalau hari hujan sangat sulit dilalui karena tanah merah yang masih terlihat karena tidak sepenuhnya tertutup oleh batu jalanan. Udara yang menyambut kedatangan kami sudah memberikan nuansa yang sangat berbeda dengan kota Medan yang belum ada lima menit kami tinggalkan. Dan perjalanan ke Lau Cih sampai juga. Senang banget bisa bertemu dengan kak Ita Apulina yang penuh senyum dan juga mama Juara Ginting yang aku segan karena gak tahu gimana orangnya. Hehee..langsung kita membahas mengenai cerita milis, dan dengan polosnya aku berkata kalau Ginting ini memang penghisap darah..(peace ya ma…hehhe).

Mengakhiri liburan dengan mengikuti acara “Lau Cih menuju desa wisata” yang disponsori oleh tabloid SORAMIDO dan PERKOEAH (Perkumpulan Masyarakat Karo Eropah) merupakan pengalaman yang menarik bagiku. Acara ini dilaksanakan Minggu, 11 September 2005, mulai jam 14.00 sampai – .. (la kutimai dung..emaka la ku eteh kel pasna jam piga).

Jujur, baru kali ini aku melihat orang “seluk” dan juga tarian karo yang berbeda yang penuh cerita dan eksotis yang dibawakan oleh Marta dan…(lupa namanya), ada di foto yang aku attach. Tarian yang benar-benar tradisi karo yang dipertontonkan itu sangat penuh dengan hal-hal religi yang memiliki nilai-nilai kehidupan orang karo yang aku sendiri juga mungkin tidak memahaminya. Yang pasti tarian itu seakan membuat udara juga penuh dengan nyanyian dan juga musik yang dialunkan Jasa Tarigan (benar kan kak Ita namanya?) membawa penonton hanyut mengikuti setiap “endekken” tarian yang sedang di tarikan.

Cita-cita membangun kuta kemulihen nyata sekali dalam setiap acara ini. Walaupun banyak yang tidak aku mengerti dan membuat susah untuk menuliskannya tetapi aku mendapatkan satu pesan bahwa..sebenarnya Lau Cih itu dulu sudah maju sekali, tapi mengapa saat ini terlihat seperti belum merdeka? Mengapa hal ini bisa terjadi sampai saat ini aku belum menemukan jawaban yang pasti, yang ada hanya kemungkinan-kemungkinan yang tidak jelas.
Lau Cih menjadi desa wisata bukan sesuatu mimpi yang jauh dan merupakan khayal…itu suatu kenyataan yang membutuhkan komitmen dan kerjasama yang baik serta kerja keras untuk mewujudkannya. Lau Cih yang sepertinya tertinggal 50 tahun dari perumahan yang hanya sejarak 100 Meter darinya memiliki keunikan tersendiri. Jejak-jejak daerah dengan kebudayaan tinggi masih ditunjukkannya kalau kita amati dengan baik. Tetapi kalau hanya sekilas, maka Lau Cih akan tertinggal sangat jauh bahkan seakan2 belum merdeka.
Tujuan yang mulia yang aku dengar ketika acara berlangsung sangat memberi semangat. Apalagi ketika mama Juara Ginting berkata kalau acara yang dibuat kemarin akan dilaksanakan setiap bulan, ini tantangan yang sangat besar. Memulai kadang lebih mudah dari pada mempertahankan apa yang sudah dilaksanakan secara konsisten. Tapi aku percaya, SORAMIDO dan PERKOEAH kalau tetap menjaga nyala api semangatnya maka memajukan Lau Cih bukan sekedar mimpi.

Bazar kecil-kecilan yang dilaksanakan juga menghiasi kesemarakan acara ini. Berbagai makanan khas Karo dipamerkan dan diperdagangkan. Bujur cimpa matah nderbih ya kak Retni…sori adi bagi nanam sembur ningku ya kak Ita…(jujursa ku akap aku rebih ngakuisa..), ternyata melalasa ladana nina kak Ita.
Aku sangat terkesan dengan apa yang sudah dilakukan untuk Lau Cih dan kagum dengan semua yang hadir. Mulai dari MetroTV, TVKaro, ada banyak lagi personal yang sebagian aku lupa namanya…
Bujur banget juga buat bang Nelson Ginting yang sudah berlelah-lelah menjemput dan ngantar aku ke Polonia. Bujur melala ya bang, salam ama Finegi.

No comments: